Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Permintaan Terakhir Sukarno

Permintaan Terakhir Bung “Besar” Karno 

(Foto: Presiden Sukarno ketika berpidato)

Sukarno tidak dimakamkan—di antara bukit yang berombak, di bawah pohon rindang, di samping sebuah sungai dengan udara segar—seperti yang diinginkannya. Permintaan terakhirnya untuk dimakamkan di halaman rumahnya di Batutulis, Bogor, Jawa Barat ditolak. Alasan bahwa makamnya akan menjadi tempat ziarah populer yang terlalu dekat dengan Ibu Kota jelas merisaukan pemerintahan Orde Baru. Suharto hanya mengizinkan Sukarno dimakamkan di Blitar, Jawa Timur, dekat dan di samping makam Ibunya.

(Foto: Presiden Sukarno)

Bahkan jasad matinya pun menimbulkan ketakutan. Dan kini, 52 tahun (21 Juni 1970) sejak kepergiannya, nama serta wajah Sukarno tidak pernah benar-benar lumat terkubur tanah. Kampanye puluhan tahun Orde Baru yang mencoba untuk membenamkannya justru hanya memperkuat kenangan orang akan kebesarannya, simpati pada epilog hidupnya yang tragis, serta maaf atas kekeliruannya di masa silam.
(Foto: Presiden Sukarno)

Sukarno tak pernah berhenti menjadi ikon revolusi nasional Indonesia yang paling berpengaruh dan menonjol—mungkin seperti Muammar Khadafi untuk Libya, Che Guevara dan Fidel Castro untuk Kuba. Di banyak rumah, foto-fotonya, kendati selembar kertas yang sudah menguning di balik kaca pigura yang sudah buram, tidak pernah diturunkan dari dinding meski pemerintahan berganti. Di gerobak kaki lima, posternya masih tampak dipajang bersebelahan dengan gambar Madonna, Iwan Fals, dan Bob Marley sekalipun—simbol dari zaman yang sama sekali lain.
“Tidak seorang pun dalam peradaban modern ini yang menimbulkan demikian banyak pro-kontra seperti Sukarno. Aku di kutuk seperti bandit dan dipuja bagai dewa.” (Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat)

Post a Comment for "Permintaan Terakhir Sukarno"